Ditemani
riuh rendah teriakan anak-anak polos yang bermain tali, aku menuliskan cerita
tentang kamu.
Kamu,
bermain-main dengan sendu, menciptakan jarak yang terlalu dalam di antara kita.
Masih segar
ingatanku, senyum yang begitu sering mengusikku.
Masih jelas
di dalam memori, tawa renyahmu yang memecah kaku.
Kamu.
Tapi siapa
peduli?
Kalau bukan
aku yang berjalan-jalan di pikiranmu.
Sudahlah.
Kenangan
tidak akan pernah habis. Menkhianatiku dengan luka.
Kalau rindu
yang mempermainkan dadaku, mengapa begitu sulit menggapai kisah manis antara
kamu dan aku?
Mengapa
hanya sakit yang bergejolak mematahkan semua kepercayaanku?
Mengapa
hanya luka yang tertinggal di sana?
Kemana
perginya rasa hangat yang menghinggapi saat mengingatmu, seperti dulu?
Bukan, aku
tidak mempermasalahkan kepergianmu. Aku hanya menyesali betapa lemahnya aku dahulu.
Bukan
tentang rindu yang masih saja menghantamku, bukan pula tentang bulir hangat
yang terjatuh dari kedua ujung kelopak mata.
Harus ada
yang pergi..
Dan kamu
memilih untuk pergi, meninggalkan aku dengan sebukit luka. Dengan perih yang
menyayatku.
Tidak, aku
tidak pernah bermaksud melukaimu. Tidak pula mempermainkan cerita yang kita
rajut.
Siapa aku?
Sebagai sejarah yang ingin kau kubur dalam-dalam? Sebagai abu dari sisa
perapian yang akan dicampakkan?
Dan saat
suara tawa bocah-bocah polos itu perlahan menghilang, aku tersadar, hanya rindu
yang menemani sore ini..dan kesendirian mulai membunuhku.
19 Januari 2014
Komentar
Posting Komentar